#DearD, Seperti Layang-layang yang Pernah Putus

Dear, D.

Tentunya aku senang sekali dari pertama kali dengar tentang diklat yang sekarang kujalani. Meskipun jauh dari konsentrasi ilmu pendidikan formalku sebelumnya. Tapi, sama seperti kamu aku pun antusias kalau belajar ilmu yang baru.

Dan sepertinya nanti ketika sudah siap melanjutkan jenjang pendidikanku pun akan mengambil konsentrasi ilmu yang jauh dengan ilmu dasarku dari perguruan tinggi. Demi lebih bisa sesuai dengan yang dibutuhkan di bidang kerjaanku sekarang. Bukannya aku menjual idealismeku, tapi hidup tetap harus realistis.

Menurutku, membuka lembaran hati yang baru akan lebih mudah daripada melanjutkan perjalanan hati yang lama yang sempat terluka. Memang benar akan butuh penyesuaian-penyesuaian lagi. Tapi, pasti akan lebih banyak kejutan.

Karena seperti layang-layang yang pernah putus, meskipun engkau mampu menyambung benang dan menerbangkannya lagi talinya tidak akan sekuat yang sebelumnya. Terlebih jika hanya satu pihak yang berusaha menyambungnya.

Segala sesuatu yang sudah diniatkan (dengan sungguh-sungguh) pasti tidak akan berakhir jadi wacana. Karena di balik niat yang sungguh-sungguh pasti ada usaha untuk merealisasikannya. Bisa saja sekarang kau belum tahu jalannya, tapi siapa yang tahu dengan yang akan terjadi besok lusa atau beberapa waktu yang akan datang.

By the way, (yang katanya) hari kasih sayang tinggal beberapa hari lagi. Apa kamu termasuk orang yang merayakannya dengan orang yang spesial?

Sincerely,

L

#DearD, Kamu Aja Udah Nemu, Aku Kapan?

Dear, D.

Terima kasiiiih sudah membuat week end-ku tidak habis di dalam kamar ditemani dvd bajakan atau buku bacaan dan cemilan-cemilan ringan atau makanan instant pesan antar. Meskipun, bangun pagi di saat libur kayaknya bisa jadi keputusan yang perlu disesali nantinya, tapi untuk hari kemarin tidak berlaku. Aku senang menemanimu mencari sesuatu yang sedang sangat kamu butuhkan, kamera.

Di saat mall belum buka aku sudah duduk manis di sebuah kedai kopi bersama dua orang teman lainnya menunggu kamu. Sesampainya kamu, kita menuju tempat yang dituju. Jalanan Jakarta di pagi hari lebih ramah dari hari-hari biasa. Tak ada klakson di saat lampu masih merah. Tak terlihat sepeda motor naik trotoar dipelototin pejalan kaki. Menyenangkan.

Diselingi modus biar dapat nego harga akhirnya kamu membawa pulang barang yang kamu butuhkan. Sebenarnya aku pun sempat mencari kamera yang sedang kubutuhkan, tapi ternyata belum nemu. Tepatnya, warnanya tidak cocok. Padahal harga sudah cocok. Aku tipe orang yang ketika sudah menanamkan di otak harus dapat benda jenis A maka harus dapat jenis A. Karena meskipun hari itu aku bisa saja terpengaruh dengan jenis B kemudian membelinya, bisa jadi besoknya aku tetap akan mencari jenis A tersebut. Dan baru merasa terpuaskan.

Kemarin adalah hari terpanjang bersamamu di awal tahun ini dengan banyak tempat persinggahan dan cerita. Akhirnya, aku pun mencicipi durian goreng di Kuningan Village yang terkenal itu. Memang rasanya sangat lezat dan harganya (relatif) murah. Semakin malam teman yang berdatangan semakin bertambah. Karena salah satu di antara kita ada yang men-share ke social media. Memang, social media selalu bisa jadi penghubung kumpul dadakan. Karena yang direncanakan biasanya malah gagal.

Oya, happy birthday. All the best for you. *peluk*

Ulang tahun di umur berapa yang membuatmu paling berkesan, D?

Sincerely,

L

#DearD, Tapi, Socmed yang Mempertemukan Kita

Dear, D.

Setiap sebuah penemuan dari pemikiran baru pasti selalu ada efek positif dan negatifnya. Pro dan kontra. Baik dan buruk. Begitupun social media, dalam hal ini Twitter. Bahkan sempat terlahir penggunaan istilah yang diprotes keras karena tidak sesuai penggunaannya, autis misalnya.

Sebenarnya tergantung masing-masing orang akan menggunakannya sebagai apa. Melalui facebook kita bisa “bertemu” lagi dengan teman-teman lama yang sudah tidak saling kontak. Meskipun, hanya melalui dunia maya. Tapi, kemudian “disalah-artikan” oleh beberapa pengguna sebagai tempat jual-beli. Kemudian, Facebook menjadi membosankan karena foto kita berubah jadi daster, handphone, atau bahkan underwear. Sigh.

Dari Twitter aku bertemu kamu. Tepatnya setelah bergabung dengan sebuah komunitas blogger (?) yang hits se Jakarta Raya. 😆 Karena kebetulan kamu salah satu penggiatnya. Sebelum bergabung menjadi (sebutannya) Kojakers, siapalah aku ini (emang sekarang siapa?). Bertambah banyak kenalan, teman, sahabat, informasi tempat menyenangkan, informasi event seru. Aku jadi mulai betah hidup di ibu kota.

Memang, melalui twitter kita dapat dengan mudah mengetahui atau lebih tepatnya menilai orang lain (dari sudut pandang kita) melalui timeline-nya. Padahal benar seperti katamu, twit galau belum tentu ngetwitnya sambil galau ; ngetwit di bak mandi sambil bermandikan shower. Yang ada henpon basah trus mati. Hehe.

Bener kata teman kita, Aad :

Kenapa sampai timbul stalking, karena kepo. Kepo adalah istilah keren dari penasaran (keren di mananya?) pada zaman sekarang. Memang sudah dari sananya salah satu sifat dasar manusia adalah penasaran. Tapi, kenapa tidak digunakan penasaran pada hal yang positif? Pertanyaan buat kita semua.

Lalu, apa kamu pernah berpikir untuk menonaktifkan semua akun social mediamu, D?

 

#DearD, Adakah Aku di Wallpaper Handphone-mu?

Dear, D.

Sejak beralih menggunakan kamera digital aku sudah sangat jarang mencetak hasil fotoku. Setelah kutransfer ke notebook, cuma sesekali kulihat saat kangen dengan moment-nya atau dengan seseorang yang ada di foto itu *eaaa*. Terakhir mencetak foto dari kamera henpon kayaknya sekitar 6 tahun lalu.

Toh, tren yang berlaku belakangan juga bukan menyimpan foto hasil cetakan ke album, tapi share ke social media kan?

Benar, hasil bidikan kamera adalah salah satu cara menyimpan kenangan. Bisa saja kita lupa terhadap suatu kenangan, tetapi ketika tanpa sengaja membuka folder foto/album foto tiba-tiba kenangan itu tergambar jelas di otak kita. Pernah di mana, pada saat apa dan yang terpenting dengan siapa. Hehe.

Beberapa orang mengabadikan kenangan dengan video dan beberapa orang yang lainnya cukup mengabadikan dengan jepretan kamera. Aku termasuk orang yang lebih suka mengabadikan lewat jepretan kamera atau foto. Karena menurutku imajinasi akan lebih berkembang dengan hanya melihat sebuah foto daripada melihat video.

Oya, apa kamu termasuk orang yang suka memasang “foto kenangan” di wallpaper notebook atau handphone? Kalau aku tidak. 😀

Sincerely,

L.